Wacana yang
berkembang di masyarakat terkait Kurikulum 2013 sangat marak. Ada berbagai
persepsi dan kritik yang berkembang dan perlu dihargai sebagai bagian dari
proses pematangan kurikulum yang sedang disusun.
Terlepas dari
cemooh ”ganti menteri ganti kurikulum”, kurikulum memang harus senantiasa
berubah seiring perubahan dalam berbagai bidang kehidupan. Kritik dari kalangan
industri justru diarahkan pada keengganan dunia pendidikan untuk merespons
perubahan dalam masyarakat dan mentransformasi diri.
Substansi perubahan
Yang ramai
diperbincangkan di media massa terkait perubahan kurikulum adalah pengurangan
mata pelajaran dan penambahan jam belajar. Secara mendasar, ada empat elemen
perubahan dalam Kurikulum 2013, yakni Standar Kompetensi Lulusan, Standar Isi
(kompetensi inti dan kompetensi dasar), Standar Proses, dan Standar Penilaian.
Penyempurnaan
Standar Kompetensi Lulusan memperhatikan pengembangan nilai, pengetahuan, dan
keterampilan secara terpadu dengan fokus pada pencapaian kompetensi. Pada
setiap jenjang pendidikan, rumusan empat kompetensi inti (penghayatan dan
pengamalan agama, sikap, keterampilan, dan pengetahuan) menjadi landasan
pengembangan kompetensi dasar pada setiap kelas. Perubahan Standar Isi dari
kurikulum sebelumnya yang mengembangkan kompetensi dari mata pelajaran menjadi
fokus pada kompetensi yang dikembangkan menjadi mata pelajaran melalui
pendekatan tematik-integratif (Standar Proses).
Perubahan pada
Standar Proses berarti perubahan strategi pembelajaran. Guru wajib merancang
dan mengelola proses pembelajaran aktif yang menyenangkan. Peserta didik
difasilitasi untuk mengamati, menanya, mengolah, menyajikan, menyimpulkan, dan
mencipta.
Perubahan
Struktur Kurikulum telah memancing reaksi pro-kontra terkait pengintegrasian
mata pelajaran IPA dan IPS dalam mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan (PPKn), Bahasa Indonesia, dan Matematika pada jenjang SD.
Integrasi kompetensi dasar yang biasanya diwadahi dalam mata pelajaran IPA dan
IPS ke dalam mata pelajaran Matematika dan Bahasa Indonesia menuntut guru terus
mengembangkan kompetensi profesional dan pedagogi mereka agar proses
pembelajaran tematik-integratif bisa mengantar peserta didik mencapai standar
kompetensi lulusan.
Sebagai bagian
penting dalam rangkaian desain kurikulum, Standar Penilaian pun seyogianya
berubah pula di kemudian hari. Penilaian yang mengukur hanya hasil pencapaian
kompetensi harus bergeser menjadi penilaian otentik yang mengukur kompetensi
sikap, keterampilan, serta pengetahuan berdasarkan hasil dan proses.
Pengembangan
Kurikulum 2013 ini merupakan pekerjaan besar yang melibatkan banyak orang,
mulai dari Wakil Presiden, para birokrat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
serta kementerian lain yang terkait, akademisi, budayawan, agamawan, ilmuwan,
pengembang kurikulum, dan guru.
Proses pengembangan kurikulum
Proses panjang
dan intensif dalam pengembangan Kurikulum 2013 meramu dan mengolah Standar
Kompetensi Lulusan, Standar Isi, Standar Proses, dan Standar Penilaian. Tentu
saja adu argumentasi di antara anggota tim pengarah, tim inti, dan tim teknis
pengembangan selama proses tidak bisa dihindari dan justru memperkaya dan
mematangkan desain kurikulum yang baru.
Selanjutnya,
rangkaian kegiatan uji publik yang sudah dijadwalkan mulai dari Kamis, 29
November, dan selama bulan Desember 2012 di sejumlah kota diharapkan bisa
melibatkan para pemangku kepentingan dan menampung berbagai aspirasi dari
masyarakat. Dalam era demokrasi, partisipasi dan keterlibatan publik akan
meningkatkan rasa kepemilikan terhadap kurikulum baru ini.
Rasa
kepemilikan ini akan mendorong keberhasilan pencapaian tujuan kurikulum dengan
lebih efektif dibandingkan dengan imposisi dari otoritas pendidikan terhadap
satuan pendidikan dan masyarakat. Tentu saja, rancangan Kurikulum 2013 tidak
mungkin memuaskan semua pihak secara optimal. Demikian pula, tidak semua
anggota masyarakat yang mempunyai aspirasi terhadap sistem pendidikan nasional
bisa dilibatkan dalam kegiatan uji publik. Di negara yang sedang memperjuangkan
dan memelihara demokrasi, ada banyak saluran penyampaian aspirasi di luar
kegiatan uji publik.
Kecemasan dan
kritik lewat media massa bisa dianggap sebagai bentuk kepedulian dan
keterlibatan masyarakat terhadap sistem pendidikan nasional. Masukan yang
diharapkan dari publik mencakup— tetapi tidak terbatas pada—perspektif tentang
kompetensi inti yang melandasi penjabaran kompetensi dasar pada setiap jenjang,
struktur kurikulum, pengintegrasian IPA dan IPS pada jenjang SD, penambahan jam
belajar, penghapusan penjurusan di SMA, serta optimalisasi potensi keberhasilan
kurikulum.
Dalam teori
kurikulum, keberhasilan suatu kurikulum merupakan proses panjang, mulai dari
kristalisasi berbagai gagasan dan konsep ideal tentang pendidikan, perumusan
desain kurikulum, persiapan pendidik dan tenaga kependidikan serta sarana dan
prasarana, tata kelola pelaksanaan kurikulum—termasuk pembelajaran —dan
penilaian pembelajaran dan kurikulum. Dalam konteks ini, keberhasilan
ditentukan oleh komitmen pemegang otoritas pendidikan di tingkat daerah,
pengembangan kapasitas guru, dan desain penilaian belajar siswa.
Apakah
Kurikulum 2013 ini akan memenuhi harapan masyarakat dan berperan dalam
peningkatan mutu pendidikan di Indonesia? Masih perlu komitmen dan kerja keras
para pembuat kebijakan dan pemegang otoritas pendidikan di tingkat nasional dan
daerah, kepercayaan dan dukungan para pemangku kepentingan.
0 komentar:
Posting Komentar